Selasa, 08 November 2011
Selasa, 27 September 2011
Wisata Alam Bukit Tangkiling
LEGENDA BUKIT TANGKILING
Pada jaman dahulu di sebuah desa hidupah seorang Ibu bersama anaknya. Mereka hidup di tepi sungai. Sungai itu disebut Sungai Sebangau. Ibunya bernama Bawi kuwu dan anaknya bernama Tangkiling. Waktu itu Tangkiling baru berumur 6 tahun.
Pada suatu hari, ketika Tangkiling sedang bermain bersama teman – temannya, Tangkiling merasa lapar dan pulang ke rumah untuk makan. Tetapi ibunya sedang memasak. Oleh karena itu Tangkiling menangis dan membuat ibunya marah. Tangkiling dipukul oleh ibunya dan kepalanya pun berdarah.
Tangkiling lari dari rumah dan akhirnya ditemukan oleh seorang saudagar dari negeri Cina. Tangkiling pun diajak ke Cina dan di sekolahkan hingga dewasa. Tangkiling diajarkan berbagai macam ilmu dagang sehingga Tangkiling dipercaya oleh saudagar tersebut untuk berlayar berdagang ke Indonesia.
Pada suatu hari Tangkiling tiba di sungai Sebangau. Tempat asal Tangkiling. Seluruh dagangan Tangkiling langsung diserbu oleh penduduk di situ. Oleh karena itu Tangkiling beserta awak kapalnya bertahan lama di desa itu.
Tiba – tiba tersiar kabar bahwa di desa itu ada seorang perempuan yang sangat cantik jelita. Bawi kuwu namanya. Konon ceritanya Bawi Kuwu memiliki ilmu awet muda. Mendengar itu Tangkiling pun langsung melamarnya untuk menjad istrinya. Tangkiling tidak tau bahwa perempuan itu adalah ibunya sendiri.
Beberapa setelah pernikahannya,Tangkiling menyuruh istrinya untuk mencari kutu dikepalanya. Tiba terlihat bekas luka di kepala Tangkiling. Akhirnya Bawi Kuwu tau bahwa Tangkiling adalah anaknya.
Mendengar itu, Tangkiling langsung menggelar sebuah upacara dengan mendirikan sangkaraya. Banyak binatang yang disediakan untuk menggelar upacara tersebut. Dan semua orang yang ada di desa itu diundang oleh Tangkiling untuk menikmati makanan yang disediakan pada upacara itu.
Tiba- tiba datanglah angin ribut yang hebat dan awan tebal sekali. Hari mulai hujan, Guntur dan petir bersahutan. melihat demikian Bawi Kuwu langsung lari menuju menuju kapal Tangkiling yang berada di sungai Sebangau.Tidak lama hari mulai gelap gulita. Kilat memancar berkilauan dan Guntur menggelegar. Semua binatang yang ada di situ dalam sekejap mata menjadi batu dan kapal Tangkiling pun menjadi batu. Sangkaraya yang didirikan di tengah desa menjadi Bukit Tangkiling yang paling tinggi puncaknya. Semua orang yang ikut menganjan berubah menjadi batu. Kapal Tangkiling yang berubah menjadi batu yang bentuknya mirip seperti kapal yang diberi nama Batu Banama.
Sekarang ini Bukit Tangkiling ini berada di tepi Sungai Rungan dan di kaki bukit Tangkiling ada sebuah desa yang bernama DesaTangkiling. Bukit Tangkiling kini telah menjadi objek wisata Kal-Teng.
Gunung Gede
Gunung Gede merupakan sebuah gunung yang berada di Pulau Jawa, Indonesia. Gunung Gede berada dalam ruang lingkup Taman Nasional Gede Pangrango, yang merupakan salah satu dari lima taman nasional yang pertama kali diumumkan di Indonesia pada tahun 1980. Gunung ini berada di wilayah tiga kabupaten yaitu Kabupaten Bogor, Cianjur dan Sukabumi, dengan ketinggian 1.000 - 3.000 m. dpl, dan berada pada lintang 106°51' - 107°02' BT dan 64°1' - 65°1 LS. Suhu rata-rata di puncak gunung Gede 18 °C dan di malam hari suhu puncak berkisar 5 °C, dengan curah hujan rata-rata 3.600 mm/tahun. Gerbang utama menuju gunung ini adalah dariCibodas dan Cipanas.
Gunung Gede diselimuti oleh hutan pegunungan, yang mencakup zona-zona submontana, montana, hingga ke subalpin di sekitar puncaknya. Hutan pegunungan di kawasan ini merupakan salah satu yang paling kaya jenis flora di Indonesia, bahkan di kawasanMalesia.
Gunung Gede mempunyai keadaan alam yang khas dan unik, hal ini menjadikan Gunung Gede sebagai salah satu laboratorium alam yang menarik minat para peneliti sejak lama.
Tercatat pada tahun 1819, C.G.C. Reinwardt sebagai orang yang pertama yang mendaki Gunung Gede, kemudian disusul oleh F.W. Junghuhn (1839-1861), J.E. Teijsmann (1839), A.R. Wallace (1861), S.H. Koorders (1890), M. Treub (1891), W.M. Docters van Leeuwen (1911); dan C.G.G.J. van Steenis (1920-1952) telah membuat koleksi tumbuhan sebagai dasar penyusunan buku The Mountain Flora of Java yang diterbitkan tahun 1972.
Gunung Gede juga memiliki keanekaragaman ekosistem yang terdiri dari formasi-formasi hutan submontana, montana, subalpin; serta ekosistem danau, rawa, dan savana.
Gunung Gede terkenal kaya akan berbagai jenis burung yaitu sebanyak 251 jenis dari 450 jenis yang terdapat di Pulau Jawa. Beberapa jenis di antaranya merupakan burung langka yaituelang Jawa (Spizaetus bartelsi) dan celepuk jawa (Otus angelinae).
Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango ditetapkan oleh UNESCO sebagai Cagar Biosfir pada tahun 1977, dan sebagai Sister Park dengan Taman Negara.
Beberapa lokasi/obyek yang menarik untuk dikunjungi
- Telaga Biru. Danau kecil berukuran lima hektar (1.575 meter dpl.) terletak 1,5 km dari pintu masuk Cibodas. Danau ini selalu tampak biru diterpa sinar matahari, karena ditutupi oleh ganggang biru.
- Air terjun Cibeureum. Air terjun yang mempunyai ketinggian sekitar 50 meter terletak sekitar 2,8 km dari Cibodas. Di sekitar air terjun tersebut dapat melihat sejenis lumut merah yang endemik di Jawa Barat.
- Air Panas. Terletak sekitar 5,3 km atau 2 jam perjalanan dari Cibodas.
- Kandang Batu dan Kandang Badak. Untuk kegiatan berkemah dan pengamatan tumbuhan/satwa. Berada pada ketinggian 2.220 m. dpl dengan jarak 7,8 km atau 3,5 jam perjalanan dari Cibodas.
- Puncak dan Kawah Gunung Gede. Panorama berupa pemandangan matahari terbenam/terbit, hamparan kota Cianjur-Sukabumi-Bogor terlihat dengan jelas, atraksi geologi yang menarik dan pengamatan tumbuhan khas sekitar kawah. Di puncak ini terdapat tiga kawah yang masih aktif dalam satu kompleks yaitu kawah Lanang, Ratu dan Wadon. Berada pada ketinggian 2.958 m. dpl dengan jarak 9,7 km atau 5 jam perjalanan dari Cibodas.
- Alun-alun Suryakencana. Dataran seluas 50 hektar yang ditutupi hamparan bunga edelweiss. Berada pada ketinggian 2.750 m. dpl dengan jarak 11,8 km atau 6 jam perjalanan dari Cibodas.
Senin, 26 September 2011
Kota Tua Jakarta
Kota Tua Jakarta, juga dikenal dengan sebutan Batavia Lama (Oud Batavia), adalah sebuah wilayah kecil di Jakarta,Indonesia. Wilayah khusus ini memiliki luas 1,3 kilometer persegi melintasi Jakarta Utara dan Jakarta Barat (Pinangsia, Taman Sari dan Roa Malaka).
Dijuluki "Permata Asia" dan "Ratu dari Timur" pada abad ke-16 oleh pelayar Eropa, Jakarta Lama dianggap sebagai pusat perdagangan untuk benua Asia karena lokasinya yang strategis dan sumber daya melimpah.
Terlebih bila menyangkut masa prasejarah masa kini dalam bentuk yang edukatif dan rekreatif, agak kerepotan. Betapa tidak, Jakarta sebagai ibukota Republik Indonesia memiliki sejarah yang sangat panjang. Betapa pun usaha maksimal telah diupayakan oleh Museum Sejarah Jakarta untuk mengumpulkan informasi tentang sejarah Jakarta, namun ada saja bagian dari sejarah Jakarta yang belum dapat ditampilkan serta diinformasikan secara maksimal kepada pengunjung museum.
Sejarah kota Jakarta diperkirakan dimulai sekitar 3500 SM, diawali dengan terbentuknya pemukiman sejarah di sepanjang daerah aliran sungai Ciliwung. Seiring dengan perjalanan sejarah, maka berbagai kampung tumbuh di sepanjang aliran sungai itu. Kampung-kampung ini ada yang bertahan sampai sekarang yang di sebut Kampung Tua. Diantaranya adalah Kampung Bandan, Kampung Orang Cina (Pecinan), Kampung Luar Batang, Kampung Pekojan, Kampung Angke, Kampung Kebon Jeruk dan masih banyak lagi.
Kampung-kampung ini telah banyak mengalami perubahan karena termakan waktu, kendati letak dan sisanya masih bisa disaksikan di era pembangunan. Keberadaan kampung tua dan bangunan-bangunan bersejarah yang terletak di kampung-kampung tersebut justru merupakan kelebihan yang dimiliki kota Jakarta. Walaupun Jakarta tidak memiliki keindahan alamiah. Semisal Hongkong dengan peak-nya atau lalu lalang kapal di pelabuhan, atau istana-istana berlapis emas di Bangkok. Selain juga tidak memiliki daerah hijau di sekitar waduk-waduk air bersih di tengah-tengah kota seperti di Singapura.
Tetapi Jakarta memiliki kampung-kampung tua beserta bangunan-bangunan tua yang ada di wilayah tersebut. Merupakan aset bernilai tinggi di wilayah Jakarta Kota. Museum Sejarah Jakarta (MSJ) berusaha menginformasikan sejarah kota Jakarta secara lengkap. Termasuk keberadaan kampung-kampung tua bersejarah ini. Namun karena keterbatasan ruang pamer dan koleksi yang dimiliki, maka sejak tahun 2002 MSJ mengadakan terobosan dengan mengajak masyarakat langsung berkunjung ke kampung-kampung tua tersebut. Kebetulan sebagian dari kampung-kampung tua itu terletak di Kawasan Kota Tua di sekitar MSJ.
Kegiatan yang pada awalnya disebut Wisata Kampung Tua, dan kini dinamakan Kunjungan Kampung-Kampung Bersejarah ini, sengaja dirancang untuk dapat dinikmati oleh untuk semua lapisan masyarakat lokal maupun mancanegara. Wisata dilakukan dengan berjalan kaki, agar peserta dapat langsung merasakan denyut kehidupan di kampung-kampung tua tersebut sambil menikmati keindahan arsitektur dari bangunan-bangunan bersejarah yang terdapat didalamnya.
Senin, 12 September 2011
Wana Wisata Sukamantri
Wana Wisata Sukamantri terletak kurang lebih 10 km dari pusat kota Bogor ke arah barat daya. Sayangnya jalan sepanjang +/-3 km mendekati lokasi objek wisata ini bisa dibilang telah rusak cukup parah. Bentuk jalan yang berbatu-batu dan bergelombang, telah cukup membuat mobil yang ditumpangi bergoyang kiri-kanan laksana sebuah perahu dilautan lepas. Belum lagi terkadang lebar jalan yang ada cukup sempit untuk dilalui oleh dua buah mobil, sehingga bila berpapasan dengan kendaraan lain harus benar-benar menepi hingga ke bahu jalan yang ditumbuhi semak belukar, atau mundur kebelakang hingga ke bagian jalan yang cukup lebar. Kontur jalan yang menanjak, praktis membuat kecepatan kendaraan berkisat antara 4 - 7 km/jam.
Meskipun kondisi jalan yang cukup memperhatikan tersebut, ternyata cukup banyak orang yang berkunjung kesana. Kalangan pencinta alam tampak mendominasi jumlah pengunjung, disamping itu juga beberapa lembaga universitas dan perkantoran juga ikut meramaikannya. Semuanya menyebar keberbagai sudut area pekemahan, ditandai dengan berbagai macam jenis dan ukuran tenda yang telah didirikan.Berkemah di Sukamantri nampaknya memang menyenangkan. Buang jauh-jauh kesan bahwa untuk mencapai lokasi perkemahan, pengunjung mesti berjalan dulu beberapa kilometer sambil memanggul beban berat dipunggung. Jarak antara lokasi perkemahan dengan areal parkir kendaraan bermotor roda dua/empat hanya beberapa puluh meter saja, yang itu berarti pengunjung bisa membawa perbekalan sebanyak-banyaknya didalam mobil dan mengambilnya sewaktu-waktu saja bila diperlukan. Tentunya isi tenda bisa menjadi lebih lapang dan lega karena tidak perlu menyimpan perbekalan didalam tenda.Beberapa fasilitas dasar seperti kamar mandi, warung penjaja makanan dan masjid tersedia pula disana, sehingga wisatawan yang berkunjung tidak perlu lagi pusing-pusing memikirkan cara pemenuhan kebutuhan fisiologis. Hamparan rumput yang hijau, pohon-pohon yang rimbun/rindang dengan udara yang dingin menyegarkan serta pemandangan kota bogor dari ketinggian lebih dari 800 meter, memberikan kesan damai yang jauh dari hiruk-pikuk kebisingan hidup perkotaan.
Bosan hanya berada di area perkemahan ? Cobalah masuk ke hutan yang berada disebelah utara dari kawasan ini. Pepohonan lebat dan lembab diiringi sesekali kicauan burung akan membawa anda untuk melupakan sejenak rutinitas sehari-hari dunia kerja. Jalan tanah setapak, sesekali terhalang oleh dahan pohon yang merunduk rendah atau tumbangan pohon, ditambah dengan air yang bening dingin dan segar mengalir perlahan diantara bebatuan sungai, menambah kesan alami.
Tak jauh masuk kedalam hutan pengunjung akan menemukan air terjun yang bernama Suryakencana. Dengan tinggi kurang-lebih 10 meter dan debit air yang tidak terlalu besar, memancing diri untuk sejenak berbasah-basah maupun mandi menikmati dibawah limpahan airnya. Boleh dibilang terdapat tiga air terjun di kawasan ini. Selain air terjun Suryakencana yang terletak paling hulu dari bagian sungai, juga terdapat dua air terjun lain setelahnya. Untuk mencapainya bisa dilakukan dengan berjalan mengikuti aliran sungai, hingga menemukan sebuah air terjun kecil dengan ketinggian sekitar 5 meter dan sebuah air terjun lain, dimana pengunjung akan berada pada bagain atasnya. Harap waspada bila ingin berjalan di tepi tebing untuk melihat bagian dasar dari air terjun ini, karena bebatuan yang licin oleh lumut bisa membahayakan keselamatan anda.
Meskipun kondisi jalan yang cukup memperhatikan tersebut, ternyata cukup banyak orang yang berkunjung kesana. Kalangan pencinta alam tampak mendominasi jumlah pengunjung, disamping itu juga beberapa lembaga universitas dan perkantoran juga ikut meramaikannya. Semuanya menyebar keberbagai sudut area pekemahan, ditandai dengan berbagai macam jenis dan ukuran tenda yang telah didirikan.Berkemah di Sukamantri nampaknya memang menyenangkan. Buang jauh-jauh kesan bahwa untuk mencapai lokasi perkemahan, pengunjung mesti berjalan dulu beberapa kilometer sambil memanggul beban berat dipunggung. Jarak antara lokasi perkemahan dengan areal parkir kendaraan bermotor roda dua/empat hanya beberapa puluh meter saja, yang itu berarti pengunjung bisa membawa perbekalan sebanyak-banyaknya didalam mobil dan mengambilnya sewaktu-waktu saja bila diperlukan. Tentunya isi tenda bisa menjadi lebih lapang dan lega karena tidak perlu menyimpan perbekalan didalam tenda.Beberapa fasilitas dasar seperti kamar mandi, warung penjaja makanan dan masjid tersedia pula disana, sehingga wisatawan yang berkunjung tidak perlu lagi pusing-pusing memikirkan cara pemenuhan kebutuhan fisiologis. Hamparan rumput yang hijau, pohon-pohon yang rimbun/rindang dengan udara yang dingin menyegarkan serta pemandangan kota bogor dari ketinggian lebih dari 800 meter, memberikan kesan damai yang jauh dari hiruk-pikuk kebisingan hidup perkotaan.
Bosan hanya berada di area perkemahan ? Cobalah masuk ke hutan yang berada disebelah utara dari kawasan ini. Pepohonan lebat dan lembab diiringi sesekali kicauan burung akan membawa anda untuk melupakan sejenak rutinitas sehari-hari dunia kerja. Jalan tanah setapak, sesekali terhalang oleh dahan pohon yang merunduk rendah atau tumbangan pohon, ditambah dengan air yang bening dingin dan segar mengalir perlahan diantara bebatuan sungai, menambah kesan alami.
Tak jauh masuk kedalam hutan pengunjung akan menemukan air terjun yang bernama Suryakencana. Dengan tinggi kurang-lebih 10 meter dan debit air yang tidak terlalu besar, memancing diri untuk sejenak berbasah-basah maupun mandi menikmati dibawah limpahan airnya. Boleh dibilang terdapat tiga air terjun di kawasan ini. Selain air terjun Suryakencana yang terletak paling hulu dari bagian sungai, juga terdapat dua air terjun lain setelahnya. Untuk mencapainya bisa dilakukan dengan berjalan mengikuti aliran sungai, hingga menemukan sebuah air terjun kecil dengan ketinggian sekitar 5 meter dan sebuah air terjun lain, dimana pengunjung akan berada pada bagain atasnya. Harap waspada bila ingin berjalan di tepi tebing untuk melihat bagian dasar dari air terjun ini, karena bebatuan yang licin oleh lumut bisa membahayakan keselamatan anda.
Malioboro
Jalan Malioboro adalah nama salah satu jalan dari tiga jalan di Kota Yogyakarta yang membentang dari Tugu Yogyakarta hingga ke perempatan Kantor Pos Yogyakarta. Secara keseluruhan terdiri dari Jalan Pangeran Mangkubumi, Jalan Malioboro dan Jalan Jend. A. Yani. Jalan ini merupakan poros Garis Imajiner Kraton Yogyakarta.
Terdapat beberapa obyek bersejarah di kawasan tiga jalan ini antara lain Tugu Yogyakarta, Stasiun Tugu, Gedung Agung, Pasar Beringharjo, Benteng Vredeburg dan Monumen Serangan Oemoem 1 Maret.
Jalan Malioboro sangat terkenal dengan para pedagang kaki lima yang menjajakan kerajinan khas jogja dan warung-warung lesehan di malam hari yang menjual makanan gudeg khas jogja serta terkenal sebagai tempat berkumpulnya para Seniman-seniman-seniman yang sering mengekpresikan kemampuan mereka seperti bermain musik, melukis, hapening art, pantomim dan lain-lain disepanjang jalan ini.
Disini anda bisa menikmati makanan khas Jogja seperti gudeg atau pecel selain itu juga tersedia aneka masakan oriental ataupun seafood. Bagi anda yang ingin mencicipi makanan di sepanjang jalan Malioboro, pastikan untuk meminta daftar harga serta memastikan harganya pada penjual guna menghindari naiknya harga yang kurang wajar.
Jumat, 19 Agustus 2011
Pualu Sempu
Segara Anakan, Pulau Sempu |
Lita dan Eno saya ajak untuk melihat keindahan Pulau Sempu, dengan bermodal dekat dan data yang saya dapat dari internet saya pun berangkat ke kota Surabaya. Sesampai di Surabaya saya dan sahabat saya agak bingung karna kami belum hafal betul dengan kota Surabya. Namun dengan berbekal data yang saya dapat akhirnya saya sampai juaga di Sendang Biru. Untuk menuju Sagara Anakan, Pulau Sempu kami menggunakan transportasi perahu. Namun perahu tidak sampai Sagara Anakan, perahu hanya membantu untuk menyeberang saja. Dan kami pun menyewa perahu, satu perahu sekitar 300 ribu sekali perjalanan. Biar meminimallisir budget kami pun bergabung dengan rombongan lain. Kurang lebih 15 menit akhirnya kita sampai di sebrang, untuk sampai di sagara anakan kita harus berjalan 15 menit sampai 1 setengah jam. Kalau cuaca bagus kita akan cepat sampai, namun kalau musim hujan rute yang kita lalui akan sulit karena jalanannya akan sangat licin sekali jadi harus berhati-hati.
Pulau Tidung
Pulau Tidung |
Pagi-pagi sekali kita semua sudah siap untuk bergegas ke Muara Angke supaya kita tidak ketingalan perahu. Kita semua sengaja berangkat melalui Muara Angke karena untuk meminimalisir budget, perjalanan dari Muara Angke sampai Pulau Tidung memakan waktu kurang lebih 3jam.
Alhamdulilah, akhirnya sampai juga di dermaga Pulau Tidung Besar, namun tujuan kita belum sampai karena kita semua akan kepualu Tidung Kecil yang disana tidak ada aliran listriknya, sangat beda dengan Tidung Besar. Kalau Tidung Besar sudah ada listrik dan banyak peduduknya sedangkan kan Tidung Kecil belum ada aliran listrik dan tidak ada penduduknya, akan tetapi kita tidak perlu khawatir ataupun takut.Kita bisa berjalan kakidari Tidung Besar ke Tidung Kecil hanya memakan waktu 15-30 menit saja, kita hanya melewati jemabtan kayu. Karena memang penghubung Tidung Besar dan Tidung kecil adalah jembatan.
Setelah sampai di Tidung Kecil kita semua mencari tempat untuk mendirikan tenda, akhirnya kita semua sepakat mendirikan tenda di bibir pulau tidung. Tenda pun sudah berdiri saatnya beristirahat.
Matahari perlahan mulai turun, dan kita semua sibuk masing-masing ada yang masak, photo-photo dan bersantai-santai. Pengalaman hari ini sangat menyenangkan dan tak akan bisa dilupakan. Setelah kita capek dengan aktivitas masing-masing kita pun beristirahat karena hari semakin malam. Dan kita harus beristirahat karena bosek siang kita akan kembali ke Jakarta untuk melakukan aktivitas masing-masing. Walaupun liburan kali ini sangat singkat namun sangat menyenangkan.
Langganan:
Postingan (Atom)